Kisah Seorang Putri

Perhatian : sebelum anda membaca penulis beritahukan jika ini merupakan kisah fiksi. Terima kasih

Selir angin menyusup masuk melalui jendela kamar yang terbuka. Menyentuh manja kulit seorang putri cantik permata dari sang Maharaja negeri Campa. Tidak sadar ia setengah melamun, hilang sadar melihat ilusi yang terbenam.... Ada apakah gerangan diluar sana? Pikirnya demikian.
Itulah yang ia lamunkan setiap saat.

Menjelang makan malam diruangan istana, ia mencoba berbicara pada sang raja.

"Ayahanda, bolehkah aku ikut bersama paman patih besok pagi?"

Sang raja menghentikan suapan makanannya lantas dengan tenang menyahut pertanyaan putrinya tercinta

"Untuk apa putriku?"

"Aku bosan terkurung di istana ayahanda, aku ingin melihat dunia lebih jelas"

Sang raja menggangguk sembari tersenyum kecil.

"Nanti setelah kau tahu tidak mau tinggal di dunia...." goda sang raja

"Mengapa ayah?" Tanya sang putri penasaran

"Ikutlah bersama paman patih besok, nanti kau akan tahu sendiri...."

Dengan hati gembira sang putri tidur dengan pulas, hingga seorang dayang membangunkan disenja hari.

"Ini masih subuh mbok...." keluh sang putri

"Paman patih dan rombongan sudah menunggu di depan, tuan putri..."

Sesegera mungkin ia bergegas untuk berhias diri lalu setengah berlari menuju sang patih yang sudah menunggu.

"Loh.... mengapa tuan putri mengenakan mahkota?" Tanya sang patih ketika melihat sang putri mengenakan gaun kebesaran

"Memangnya kenapa paman? Bukankah aku ini putri seorang raja?" Tanya putri sedikit kesal

"Kita akan menemui rakyat, tuan putri... bukankah tidak sopan menunjukan kesombongan?"

"Kesombongan apa paman? Bukankah pakaianku lazim digunakan oleh pihak istana?"

"Benar sekali putri... kita adalah bagian istana ketika di istana... namun kita adalah pelayan rakyat ketika berada di wilayah rakyat."

"Baiklah paman.... aku akan melepaskan mahkota ini ketika sampai disana...."

Tak selang alam sang putri masuk kedalam kuda kencana. Sesampainya disebuah desa sang patih mempersilahkan sang putri keluar.

Sesaat sang putri keluar, nampaklah ratusan rakyat yang memberi hormat padanya. Dengan berbisik sang patih berkata

"Lakukan tugas istana, putri..."

"Apa maksudmu paman?" Bisik balik sang putri

"Putri adalah pemimpin mereka...."

"Aku tidak paham..."

Mendengar pernyataan sang putri maka sang patih berseru dengan tegas....

"Aku meminta perwakilan dari kalian untuk memberikan keluhan...."

Maka majulah tiga orang yang merupakan bagian dari pemimpin pemerintahan desa masing-masing. Mereka diarahkan kesebuah ruangan musyawarah.

"Tuan putri dan patih yang kami junjung tinggi.... sungguh berat upeti musim ini. Desa kami dilanda kekeringan... dimohon untuk meringankan upeti desa kami." Ucap perwakilan kedua

Sang patih kemudian bertanya pada sang putri....

"Bagaimana tuan putri?"

"Bukankah upeti adalah kewajiban mereka paman... bagaimanapun upeti harus dibayar..... mereka kan bisa melakukan berbagai cara untuk mengatasi masalah mereka..." ucap sang putri

"Salah tuan putri.... desa mereka kekeringan.... apakah mereka harus mencuri air ke desa tetangga? Tentu tidak boleh.... justru kita sebagai pelayan mereka yang harus menyediakan air.... bukankah persediaan air kerajaan sangat melimpah... terlebih bendungan yang jumlahnya tak terhingga.... kita yang harus melakukan berbagai usaha agar keperluan rakyat terpenuhi..."

"Baiklah paman.... aku mengerti"

"Selanjutnya...."

"Tuan putri dan maha patih.... desa kami dilanda penyakit aneh.... namun desa kami subur makmur.... maka kami meminta pertolong kerajaan untuk membangun tenda di pekarangan istana..."

"Bagaimana tuan putri?"

"Paman.... jika mereka diijinkan membangun tenda dipekarangan istana... maka jelas akan ada penularan penyakit, paman.... saya kahawatir hal itu terjadi"

"Lalu apa yang dilakukan tuan putri?"

"Perintahkan mereka untuk menjalani hidup sehat paman, lagipula bukankah desa mereka subur dan makmur?"

"Amat keliru tuan putri.... tidak benar jika kita membiarkan rakyat sengsara.... mereka adalah kaum saudagar pola hidup mereka sehat. Namun ada wabah penyakit yang melanda. Kita harus mencari cendikiawan untuk meneliti dan mencari penawarnya.... Sekalipun mereka tidak membangun tenda di istana namun wabah itu cepat atau lambat akan menyebar seiring waktu."

"Selanjutnya"

"Ampun tuan puteri dan patih.... desa kami sering dimasuki rampok...  kami meminta perlindungan dari prajurit istana yang terbaik...."

"Bagaimana tuan putri?"

"Saya setuju paman dengan paman itu"

"Tidak tuan putri... kita harus memerintahkan mereka untuk melakukan ronda malam..... tidak mungkin rampok berani masuk jika ada yang berjaga. Mereka harus menjaga rumah mereka sendiri jika merasa itu berharga"

"Paman... mengapa saya selalu salah dimata paman? Bukankah keputusanku sebagai pemimpin mutlak?"

"Ampun tuan putri.... sudah tanggung jawab saya meluruskan yang bengkok dari tuan putri"

"Maksud paman saya tidak becus jadi seorang putri?"

"Tidak tuan putri.... sang ayahandamu yang memerintahkan hamba untuk menempa kepemimpinanmu... seorang pemimpin harus jeli menilai dan menimbang mana yang harus dilakukan dan mana yang benar-benar harus dilakukan..... dalam melayani rakyat kita harus membuang angkuh dan kukuh akan tingginya derajat dan martabat kita.... sebab para raja dan rakyat jelata sesama manusia harus saling menghargai dan menghormati. Tidak ada bedanya dimata sang pemangku alam ini tuan putri..."

Bersambung.....

Comments

Popular posts from this blog

REVOLUSI INDUSTRI