REVOLUSI INDUSTRI

Revolusi Industri merupakan periode antara tahun 1750-1850 di mana terjadinya perubahan secara besar-besaran di bidang pertanian, manufaktur, pertambangan, transportasi, dan teknologi serta memiliki dampak yang mendalam terhadap kondisi  sosial, ekonomi, dan budaya di dunia. Revolusi Industri dimulai dari Inggris dan kemudian menyebar ke seluruh Eropa Barat, Amerika Utara, Jepang, dan akhirnya ke seluruh dunia.

Lahirnya Revolusi Industri
Revolusi Industri terjadi pada pertengahan abad ke-18. Awalnya didahului oleh revolusi agraria. Ada dua tahap revolusi agraria. Revolusi Agraria I adalah tahapan terjadinya perubahan penggunaan tanah yang semula hanya untuk pertanian menjadi usaha pertanian, perkebunan, dan peternakan yang terpadu. Revolusi Agraria II mengubah cara mengerjakan tanah yang semula tradisional dengan penggunaan mesin-mesin atau mekanisasi. Revolusi Industri terjadi di Inggris karena sebab-sebab antara lain :
  • Inggris memiliki cukup bahan dasar untuk industri, seperti wol, batu bara, dan kapas yang diperoleh dari tanah jajahan.
  • Bangsa Inggris rajin mengadakan penyelidikan terhadap ilmu alam sehingga banyak  penemuan baru. Hal ini didukung dengan didirikannya lembaga ilmiah Royal Society for Improving Natural Knowledge pada tahun 1662.
  • Adanya kemajuan pesat dalam pelayaran yang membawa kemajuan perdagangan Inggris.
  • Inggris memiliki cukup modal untuk memajukan industrinya.
  • Inggris memiliki kongsi dagang EIC yang merupakan alat kemajuan bagi perdagangan negara.

Tahap Revolusi Industri
Revolusi Industri terdiri dari tiga tahap.
  • Revolusi Industri I ditandai dengan masih dipergunakannya teknik kuno, yaitu penggunaan uap untuk menggerakkan mesin yang berbahan bakar kayu atau batu bara. Revolusi tahap pertama terjadi di Inggris pada abad ke-18.
  • Revolusi Industri II ditandai dengan penggunaan teknik baru berupa mesin bermotor yang berbahan bakar listrik atau bensin. Revolusi tahap kedua ini terjadi di Amerika Serikat dan Jerman pada abad ke-19.
  • Revolusi Industri III ditandai dengan penggunaan teknik kimia-hayati berbahan bakar atom atau nuklir. Revolusi tahap ketiga ini terjadi di Amerika Serikat dan Uni Soviet pada abad ke-20
Revolusi Industri mendorong peningkatan penggunan mesin-mesin sehingga terjadi efisiensi dalam produksi batu bara, besi, dan baja. Perkembangan ini ditunjang oleh adanya pembangunan jalan kereta api, alat transportasi, dan pengembangan sistem perbankan serta perkreditan.

Dampak-dampak revolusi industri
Bidang ekonomi. Dampak Revolusi Industri dalam bidang ekonomi adalah munculnya pabrik-pabrik, lahirnya pengusaha kaya, biaya produksi rendah sehingga harga barang semakin rendah, upah buruh menjadi rendah, perdagangan dunia semakin maju, tumbuhnya kapitalisme industri yang berpusat pada perseorangan, dan matinya industri rumah tangga.
Bidang politik Dampak Revolusi Industri dalam bidang politik sebagai berikut.
  • Munculnya kaum borjuis sebab kemajuan industri melahirkan orang-orang kaya baru yang merupakan penguasa industri.
  • Tumbuhnya demokrasi dan nasionalisme.
  • Munculnya imperialisme modern, yaitu upaya mengembangkan imperialisme yang berlandaskan kekuatan ekonomi, mencari tanah jajahan, bahan mentah serta mengembangkan pasar bagi industrinya.
  • Berkembangnya liberalisme yang awalnya hanya berkembang di Inggris ketika berlangsung Revolusi Agraria dan Revolusi Industri. Dalam menentukan kebijakan politik dan ekonomi, partai liberal sangat berpengaruh.
Bidang sosial. Akibat berkembangnya industri, pusat pekerjaan berpindah ke kota. Terjadilah urbanisasi besar-besaran ke kota. Para buruh tani pergi ke kota untuk menjadi buruh pabrik. Kota-kota besar pun menjadi padat dan semakin sesak. Para buruh hidup berjejal-jejal di tempat tinggal yang kumuh dan kotor. Tidak hanya itu, dalam pekerjaan, mereka menjadi objek pemerasan majikan. Buruh bekerja rata-rata 12 jamdalam sehari, namun tetap miskin. Kemiskinan berakibat langsung pada meningkatnya kejahatan dan ketergantungan pada minuman keras. Dampak lain adalah pengangguran, wanita dan anak ikut bekerja, dan kurangnya jaminan kesejahteraan.

Revolusi Sosial
Dampak negatif Revolusi Industri mendorong lahirnya Revolusi Sosial. Revolusi sosial adalah usaha untuk mengubah hidup rakyat dari tidak layak menjadi layak. Kotakota industri di Inggris, seperti Liverpool, Manchester, dan Birmingham penuh sesak dengan perkampungan kumuh para buruh yang kurang terjamin kehidupannya sebab upah mereka murah. Untuk memperbaiki nasib mereka, pemerintah dan parlemen Inggris mengeluarkan kebijakan-kebijakan berikut.
  • Catholic Emancipation Bill (1829), berisi ketentuan bahwa kaum Protestan dan Katolik mempunyai hak yang sama untuk menjadi anggota parlemen dan pegawai negeri.
  • Reform Bill (1832), berisi ketentuan bahwa perwakilan di parlemen sesuai dengan jumlah penduduk, hak pilih ditentukan berdasar atas pembayaran pajak, serta daerah kosong harus dihapuskan perwakilannya.
  • Abolition Bill (1833), berisi ketentuan penghapusan perbudakan di Inggris dan koloninya.
  • Factory Act (1833), berisi ketentuan bahwa anak-anak yang berumur di bawah sembilan tahun tidak boleh bekerja sebagai buruh perusahaan, mereka hanya boleh bekerja selama sembilan jam dan mendapat pendidikan selama dua jam dari majikan.
  • Poor Law (1834), berisi ketentuan tentang pendirian rumah kerja bagi pengemis dan penganggur, rumah perawatan bagi orang cacat, dan pemberian bantuan bagi mereka yang tidak bekerja karena lanjut usia.
  • Corn Law (1815 – 1846), berisi ketentuan tentang larangan impor gandum dari luar negeri. Selama melalui proses Revolusi Sosial, kaum buruh semakin sadar bahwa nasib mereka di tangan mereka sendiri dan harus diperjuangkan sendiri. Sebagai wadah perjuangan tersebut, mereka mendirikan serikat pekerja. Pada tahun 1851, muncul serikat pekerja yang sudah tersusun baik, yaitu The Amalgamated Society of Engineers (Persatuan Insinyur). Kelompok ini meninggalkan cara agitasi dan menggunakan cara collective bargaining, yaitu membuat perjanjian kerja yang berlaku untuk semua buruh melalui jalan perundingan dengan majikan. Sejak berdirinya serikat pekerja, kondisi kehidupan buruh mulai dapat terjamin.
Pengaruh Revolusi Industri di Indonesia

  • Pengaruh Revolusi Industri terhadap Perubahan Sosial, Ekonomi, dan Politik di Indonesia - Revolusi Industri yang terjadi di Eropa dan di Inggris khususnya membawa dampak di bidang sosial, ekonomi, dan politik. Di bidang sosial munculnya golongan buruh yang hidup menderita dan berusaha berjuang untuk memperbaiki nasib. 

    Gerakan kaum buruh inilah yang kemudian melahirkan gerakan sosialis yang menjadi lawan dari Kapitalis. Bahkan, kaum buruh akhirnya bersatu dalam suatu wadah organisasi, yakni Partai Buruh. Di bidang ekonomi, perdagangan makin berkembang. Perdagangan lokal berubah menjadi perdagangan regional dan internasional. Sebaliknya, di bidang politik, Revolusi Industri melahirkan imperialisme modern.


    Sejak VOC dibubarkan pada tahun 1799, Indonesia diserahkan kembali kepada pemerintahan Kerajaan Belanda. Pindahnya kekuasaan pemerintahan dari VOC ke tangan pemerintah Belanda tidak berarti dengan sendirinya membawa perbaikan. Kemerosotan moral di kalangan para penguasa dan penderitaan penduduk jajahan tidak berubah. Usaha perbaikan bagi penduduk tanah jajahan tidak dapat dilaksanakan karena Negeri Belanda sendiri terseret dalam perang dengan negara-negara besar tetangganya. 

    Hal ini terjadi karena Negeri Belanda pada waktu itu diperintah oleh pemerintah boneka dari Kemaharajaan Prancis di bawah pimpinan Napoleon. Dalam situasi yang demikian, Inggris dapat memperluas daerah kekuasaannya dengan merebut jajahan Belanda, Indonesia.

    a. Hindia Belanda di Bawah Daendels (1808–1811)

    Dalam usaha mengadakan pembaharuan pemerintahan di tanah jajahan, di Negeri Belanda ada dua golongan yang mengusulkannya.

    1) Golongan Konservatif dengan tokohnya Nenenberg yang menginginkan untuk mempertahankan sistem politik dan ekonomi seperti yang dilakukan oleh VOC.
    2) Golongan Liberal dengan tokohnya Dirk van Hogendorp yang menghendaki agar pemerintah Hindia Belanda menjalankan sistem pemerintahan langsung dan menggunakan sistem pajak. Sistem penyerahan paksa yang dilakukan oleh VOC agar digantikan dengan sistem penyerahan pajak.

    Di satu pihak pemerintah condong kepada pemikiran kaum Konservatif karena kebijaksanaannya akan mendatangkan keuntungan yang cepat dan mudah dilaksanakan. Di pihak lain, pemerintah juga ingin menjalankan pembaharuan yang dikemukakan oleh kaum Liberal. Gagasan pembaharuan pemerintahan kolonial dimulai semenjak pemerintahan Daendels.

    Sebagai gubernur jenderal pemerintahan Belanda di Indonesia, Daendels banyak melakukan langkah-langkah baru dalam pemerintahan. Daendels mengadakan perombakan pemerintahan secara radikal, yakni meletakkan dasar-dasar pemerintahan menurut sistem Barat. Langkah-langkah tersebut, antara lain:

    1) Pemerintahan kolonial di pusatkan di Batavia dan berada di tangan gubernur jenderal.
    2) Pulau Jawa dibagi menjadi sembilan prefectur. Hal ini untuk mempermudah administrasi pemerintahan.
    3) Para bupati dijadikan pegawai pemerintah Belanda di bawah pemerintahan prefect.
    4) Mengadakan pemberantasan korupsi dan penyelewengan dalam pungutan (contingenten) dan kerja paksa.
    5) Kasultanan Banten dan Cirebon dijadikan daerah pemerintah Belanda yang disebut pemerintah gubernemen.
    6) Berbagai upacara di istana Surakarta dan Yogyakarta disederhanakan.

    Pada awal pemerintahannya, Daendels menentang sistem kerja paksa dan merombak sistem feodal. Akan tetapi, tugas untuk mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris menyebabkan Daendels terpaksa harus mengadakan penyerahan kerja paksa secara besar-besaran (dengan menggunakan pengaruh penguasa pribumi) untuk membangun jalanj-alan dan benteng-benteng pertahanan.

    Demikian juga karena kas negara kosong menyebabkan juga ditempuh cara-cara lama untuk mengisi kas negara. Dengan demikian, kehidupan rakyat pribumi tetap menderita. Ketika akhirnya Inggris menyerbu Pulau Jawa, Daendels sudah dipanggil kembali ke Eropa. Penggantinya tidak mampu menahan serangan Inggris dan terpaksa menyerah. Dengan demikian, Indonesia berada di bawah kekuasaan Inggris.

    b. Masa Pemerintahan Raffles (1811–1816)

    Setelah Indonesia (khususnya Pulau Jawa) jatuh ke tangan Inggris, oleh pemerintah Inggris dijadikan bagian dari jajahannya di India. Gubernur Jenderal East India Company (EIC), Lord Minto yang berkedudukan di Calcuta (India) kemudian mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai letnan gubernur (wakil gubernur) untuk Indonesia (Jawa).

    Raffles didampingi oleh suatu badan panasihat yang disebut Advisory Council. Tugas yang utama adalah mengatur pemerintahan dan meningkatkan perdagangan, serta keuangan. Sebagai seorang yang beraliran liberal, Raffles menginginkan adanya perubahanperubahan dalam pemerintahan di Indonesia (Jawa).

    Selain bidang pemerintahan, ia juga dilakukan perubahan di bidang ekonomi. Ia hendak melaksanakan kebijaksaaan ekonomi yang didasarkan kepada dasar-dasar kebebasan sesuai dengan ajaran liberal. Langkah-langkah yang diambil oleh Raffles dalam bidang pemerintahan dan ekonomi adalah sebagai berikut.

    1) Mengadakan penggantian sistem pemerintahan yang semula dilakukan oleh penguasa pribumi dengan sistem pemerintahan kolonial ala Barat. Untuk memudahkan sistem administrasi pemerintahan, Pulau Jawa dibagi menjadi delapan belas karesidenan.
    2) Para bupati dijadikan pegawai pemerintah sehingga mereka mendapat gaji dan bukan lagi memiliki tanah dengan segala hasilnya. Dengan demikian, mereka bukan lagi sebagai penguasa daerah, melainkan sebagai pegawai yang menjalankan tugas atas perintah dari atasannya.
    3) Menghapus segala bentuk penyerahan wajib dan kerja paksa atau rodi. Rakyat diberi kebebasan untuk menanam tanaman yang dianggap menguntungkan.
    4) Raffles menganggap bahwa pemerintah kolonial adalah pemilik semua tanah yang ada di daerah tanah jajahan. 

    Oleh karena itu, Raffles menganggap para penggarap sawah adalah penyewa tanah pemerintah. Oleh karena itu, para petani mempunyai kewajiban membayar sewa tanah kepada pemerintah. Sewa tanah atau landrente ini harus diserahkan sebagai suatu pajak atas pemakaian tanah pemerintah oleh penduduk. Sistem sewa tanah smacam itu oleh pemerintah Inggris dijadikan pegangan dalam menjalankan kebijaksanaan ekonominya selama berkuasa di Indonesia. Sistem ini kemudian juga diteruskan oleh pemerintah Hindia Belanda setelah Indonesia diserahkan kembali kepada Belanda.


    Sejak awal abad ke-19, pemerintah Belanda mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk membiayai peperangan baik di Negeri Belanda sendiri (pemberontakan rakyat Belgia), maupun di Indonesia (terutama perlawanan Diponegoro) sehingga Negeri Belanda harus menanggung hutang yang sangat besar.

    Untuk menyelamatkan Negeri Belanda dari bahaya kebrangkrutan maka Johanes van den Bosch diangkat sebagai gubernur jenderal di Indonesia dengan tugas pokok menggali dana semaksimal mungkin untuk mengisi kekosongan kas negara, membayar hutang, dan membiayai perang.

    Untuk melaksanakan tugas berat itu, van den Bosch memusatkan kebijaksanaannya pada peningkatan produksi tanaman ekspor. Untuka itu, yang perlu dilakukan ialah mengerahkan tenaga rakyat tanah jajahan untuk melakukan penanaman tanaman yang hasil-hasilnya dapat laku di pasaran dunia dan dilakukan dengan sistem paksa. Setelah tiba di Indonesia (1830) van den Bosch menyusun program kerja sebagai berikut.

    a. Sistem sewa tanah dengan uang harus dihapus karena pemasukannya tidak banyak dan pelaksanaannya sulit.
    b. Sistem tanam bebas harus diganti dengan tanam wajib dengan jenis-jenis tanaman yang sudah ditentukan oleh pemerintah.
    c. Pajak atas tanah harus dibayar dengan penyerahan sebagian dari hasil tanamannya kepada pemerintah Belanda.

    Apa yang dilakukan oleh van den Bosch itulah yang kemudian dikenal dengan nama sistem tanam paksa atau cultuur stelsel. Sistem tanam paksa yang diajukan oleh van den Bosch pada dasarnya merupakan gabungan dari sistem tanam wajib ( VOC ) dan sistem pajak tanah (Raffles ).

    Pelaksanaan sistem tanam paksa banyak menyimpang dari aturan pokoknya dan cenderung untuk mengadakan eskploitasi agraris semaksimal mungkin. Oleh karena itu, sistem tanam paksa menimbulkan akibat sebagai berikut.

    a. Bagi Indonesia (Khususnya Jawa)

    1) Sawah ladang menjadi terbengkelai karena diwajibkan kerja rodi yang berkepanjangan sehingga penghasilan menurun drastis.
    2) Beban rakyat semakin berat karena harus menyerahkan sebagian tanah dan hasil panennya, membayar pajak, mengikuti kerja rodi, dan menanggung risiko apabila gagal panen.
    3) Akibat bermacam-macam beban menimbulkan tekanan fisik dan mental yang berkepanjangan.
    4) Timbulnya bahaya kemiskinan yang makin berat.
    5) Timbulnya bahaya kelaparan dan wabah penyakit di mana-mana sehingga angka kematian meningkat drastis. Bahaya kelaparan menimbulkan korban jiwa yang sangat mengerikan di daerah Cirebon (1843), Demak (1849) dan Grobogan (1850). Kejadian ini mengakibatkan jumlah penduduk menurun drastis. Penyakit busung lapar (hongorudim) juga berkembang di mana-mana.

    b. Bagi Belanda

    Apabila sistem tanam paksa telah menimbulkan malapetaka bagi bangsa Indonesia, sebaliknya bagi bangsa Belanda berdampak sebagai berikut.

    1) Mendatangkan keuntungan dan kemakmuran rakyat Belanda.
    2) Hutang-hutang Belanda dapat terlunasi.
    3) Penerimaan pendapatan melebihi anggaran belanja.
    4) Kas Negeri Belanda yang semula kosong, dapat terpenuhi.
    5) Berhasil membangun Amsterdam menjadi kota pusat perdagangan dunia.
    6) Perdagangan berkembang pesat.

    Sistem tanam paksa yang mengakibatkan kemelaratan bagi bangsa Indonesia, khusunya Jawa, menimbulkan reaksi dari berbagai pihak, seperti golongan pengusaha, Baron Van Hoevel, dan Edward Douwes Dekker. Akibat adanya reaksi tersebut, pemerintah Belanda secara berangsur-angsur menghapuskan sistem tanam paksa.

    Sesudah tahun 1850, kaum Liberal memperoleh kemenangan politik di Negeri Belanda. Mereka juga ingin menerapkan asas-asas liberalisme di tanah jajahan. Dalam hal ini kaum Liberal berpendapat bahwa pemerintah semestinya tidak ikut campur tangan dalam masalah ekonomi, tugas ekonomi haruslah diserahkan kepada orang-orang swasta, dan agar kaum swasta dapat menjalankan tugasnya maka harus diberi kebebasan berusaha.

    Sesuai dengan tuntutan kaum Liberal maka pemerintah kolonial segera memberikan peluang kepada usaha dan modal swasta untuk menanamkan modal mereka dalam berbagai usaha di Indonesia, terutama perkebunan-pekebunan di Jawa dan di luar Jawa. Selama periode tahun 1870–1900 Indonesia terbuka bagi modal swasta Barat. Oleh karena itu masa ini sering disebut zaman Liberal. Selama masa ini kaum swasta Barat membuka perkebunan-perkebunan seperti, kopi, teh, gula dan kina yang cukup besar di Jawa dan Sumatra Timur.

    Selama zaman Liberal (1870–1900), usaha-usaha perkebunan swasta Barat mengalami kemajuan pesat dan mendatangkan keuntungan yang besar bagi pengusaha. Kekayaan alam Indonesia mengalir ke Negeri Belanda. Akan tetapi, bagi penduduk pribumi, khususnya di Jawa telah membawa kemerosotan kehidupan, dan kemunduran tingkat kesejahteraan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti berikut.

    1) Adanya pertumbuhan penduduk yang meningkat pada bad ke-19, sementara itu jumlah produksi pertanian menurun.
    2) Adanya sistem tanam paksa dan kerja rodi yang banyak menimbulkan penyelewengan dan penyalahgunaan dari pihak pengusaha sehingga membawa korban bagi penduduk.
    3) Dalam mengurusi pemerintahan di daerah luar Jawa, pemerintah Belanda mengerahkan beban keuangan dari daerah Jawa sehingga secara tidak langsung Jawa harus menanggung beban keuangan.
    4) Adanya sistem perpajakan yang sangat memberatkan penduduk.
    5) Adanya krisis perkebunan pada tahun 1885 yang mengakibatkan perusahaan- perusahaan mengadakan penghematan, seperti menekan uang sewa tanah dan upah kerja baik di pabrik maupun perkebunan. 

    Pada akhir abad ke-19 muncullah kritik-kritik tajam yang ditujukan kepada pemerintah Hindia Belanda dan praktik liberalisme yang gagal memperbaiki nasib kehidupan rakyat Indonesia.  Para pengkritik itu menganjurkan untuk memperbaiki rakyat Indonesia. Kebijaksanaan ini didasarkan atas anjuran Mr. C. Th. van Deventer yang menuliskan buah pikirannya dalam majalah De Gids (Perinstis/Pelopor) dengan judul Een Ereschuld (Berhutang Budi) sehingga dikenal politik etis atau politik balas budi. Gagasan van Deventer terkenal dengan nama Trilogi van Deventer.

Sumber Referensi : Berbagai Sumber

Comments

Popular posts from this blog

Kisah Seorang Putri